Sabtu, 27 Juni 2009

LEARNING STYLE

1. Definisi Learning Style
Learning Style refers to a student’s consistent way of responding to and using stimuli in the context of learning atau gaya belajar adalah cara yang konsisten yang dilakukan seorang murid dalam menangkap stimulus atau informasi, cara mengingat, berpikir, dan memecahkan soal (Nasution, 2006:94). Gaya belajar adalah cara-cara setiap murid belajar yang berbeda dengan rekan sebayanya. (Dunn & Dunn, 1978:4). Cheri Fuller dalam Lay menyatakan “Learning style entails how a person best takes in, understands, and remembers information.” (http//www.eduguide.org.).
Dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa learning style atau gaya belajar adalah suatu cara yang dilakukan setiap siswa dalam berusaha menerima, berpikir, dan memahami serta mengingat suatu informasi.

2. Penggolongan Gaya Belajar (Learning Style)
Gaya belajar berkaitan erat dengan pribadi seseorang, yang tentu dipengaruhi oleh pendidikan dan riwayat perkembangannya. Berikut ini akan dipaparkan gaya belajar (Learning Style) berdasarkan para peneliti.

2.1 Gaya belajar Menurut Witkin
Ada tiga type gaya belajar yang ada kaitannya dengan proses belajar mengajar (Witkin dalam Nasution, 2006:94). Yakni gaya belajar menurut tipe: (1). field dependence – field dependence, (2).impulsif – reflektif, dan (3) preseptif / reseptif – sistematis / intuitif.

2.1.1 Gaya Belajar Tipe Field dependence – Field independence.
Untuk memperjelas gaya belajar tipe field dependence dan tipe field independence, maka disajikan perbedaan-perbedaan kedua tipe tesebut seperti dibawah ini:

2.1.1.1 Gaya belajar tipe field dependence
Gaya belajar tipe field dependence adalah gaya belajar yang mempunyai karakteristik seperti dibawah ini:
a. Sangat dipengaruhi oleh lingkungan atau bergantung pada pendidikan sewaktu kecil
b. Dididik untuk selalu memperhatikan orang lain
c. Mengingat hal-hal dalam konteks social
d. Bicara lambat agar dapat dipahami orang lain
e. Mempunyai hubungan social yang luas (guidance, counceling, pendidikan, social)
f. Lebih cocok untuk memilih psikologi klinis
g. Lebih banyak terdapat di kalangan wanita
h. Lebih sukar memastikan bidang mayornya dan sering pindah jurusan
i. Tidak senang pelajaran matematika, lebih menyukai bidang bidang humanitas dan ilmu-ilmu social
j. Guru yang field dependent cenderung diskusi, demokratis
k. Memerlukan petunjuk lebih banyak untuk memahami sesuatu, bahan hendaknya tersususun langkah demi langkah.
l. Lebih peka akan kritik dan perlu mendapatkan dorongan, kritik jangan bersifat pribadi.

2.1.1.2 Gaya belajar tipe field independence
Gaya belajar tipe field independence mempunyai cirri-ciri seperti dibawah ini:
a. Kurang dipengaruhi oleh lingkungan dan pendidikam masa lampau
b. Dididik untuk berdiri sendiri dan mempunyai otonomi atas tindakannya
c. Tidak perduli akan norma-norma orang lain
d. Berbicara cepat tanpa menghiraukan daya tangakap orang lain
e. Kurang mementingkan hubungan sosial ( matematika, science, insinyur)
f. Lebih sesuai memilih psikologi eksperimental
g. Banyak pria, namun banyak yang overlapping
h. Lebih cepat memilih bidang mayornya
i. Dapat juga menghargai humanitas dan ilmu-ilmu sosial, walaupun lebih cenderung dalam bidang matematika dan IPA
j. Guru yang field independent cenderung untuk memberikan kuliah, menyampaikan pelajaran dengan memberitahukannya
k. Tidak memerlukan petunjuk yang terperinci
l. Dapat menerima kritik dengan perbaikan

2.1.2 Gaya Belajar Tipe Impulsif – Reflektif
Orang yang impulsif mengambil keputusan dengan cepat tanpa memikirkannya secara mendalam. Sebaliknya orang yang reflektif mempertimbangkan segala alternative sebelum mengambil keputusan dalam situasi yang tidak mempunyai penyelesaian yang mudah.
Seorang reflektif atau impulsive bergantung pada kecenderungan untuk merefleksi atau memikirkan alternative-alternatif kemungkinan-kemungkinan pemecahan suatu masalah yang bertentangan dengan kecenderungan untuk mengambil keputusan yang impulsif dalam menghadapi masalah-masalah yang sangat tidak pasti jawabannya.
Untuk menyelidiki tipe orang yang impulsive dan reflektif dengan cara disajikan gambar
beberapa kali disuruh memilih gambar yang sesuai dengan gambar pertama. Orang yang impulsive memandang sepintas lalu dan cepat memilih atu gambar yang dianggap identik dengan gambar pertama. Sebaliknya tipe orang reflektif memperhatikan gambar itu dengan cermat sebelum memilih satu gambar yang identik dengan gambar pertama.
Dari uraian diatas dapat disimpukan bahwa tipe orang impulsive dapat bekerja dengan cepat atau tergesa-gesa, sebaliknya tipe orang reflektif memerlukan waktu berfikir dalam bekerja.

2.1.3 Gaya Belajar Tipe Preseptif – Reseptif; Sistematis – Intuitif
Dibawah ini ini secara singkat disajikan rangkuman orang yang preseptif – reseptif disamping yang sistematis dan intuitif:

2.1.3.1 Tipe Preseptif
a. Memperhatikan aturan
b. Memusatkan perhatian pada hubungan diantara informasi atau data
c. Melompat dari data yang satu ke data yang satu lagi untuk mendapatkan hubungannya

2.1.3.2 Tipe Reseptif
a. Memperhatikan detail
b. Menjauhi, membentuk konsep sebelum memperoleh seluruh keterangan
c. Mendesak atau menuntut segala keterangan sebelum mengambil kesimpulan
2.1.3.3 Tipe Sistematis
a. Mula-mula mencari suatu metode pendekatan dan pemecahan
b. Menentukan jawaban berdasarkan suatu metode
c. Segera meniadakan alternative yang tidak sesuai
d. Melakukan penelitian secara teratur untuk mencari data yang lebih banyak
e. Menyelesaikan setiap langkah sebelum meningkat ke[ada langkah berikutnya

2.1.3.4 Tipe Intuitif
a. Memperhatikan keseluruhan masalah
b. Mempercayai “hunches” (petunjuk atas perasaan)
c. Melompat – lopat dalam jalan pikirannya
d. Sering merumuskan masalah itu kembali
e. Mempertahakan jawaban atas dasar cocoknya jawaban itu dengan hal-hal lain bukan berdasarkan metode yang digunakannya.
Berdasarkan uraian diatas dapat dikatakan bahwa orang yang perseptif dalam mengumpulkan informasi mencoba mengadakan organisasi dalam hal-hal yang diterimanya, ia menyaring informasi yang masuk dan memperhatikan hubungan-hubungannya. Sedangkan orang reseptif lebih memperhatikan detail atau perincian informasi dan tidak berusaha untuk membulatkan atau mempertlikan informasi satu dengan yang lain.
Orang yang sitematis mencoba melihat struktur suatu masalah dan bekerja sistematis dengandata atau informasi untuk memecahkan suatu persoalan. Sebaliknya orang yang intuitif langsung mengemukakan jawaban tertentu tanpa menggunakan informasi secara sistematis. Orang intuitif cenderung menggunakan jalan “trial-and-error” untuk memecahkan suatu persoalan.

2.2 Gaya Respon menurut Mann
Menurut Mann dalam Nasution (2006:101) terdapat 8 kelompok model gaya respon berdasarkan penelitiannya di Universitas Chicago yaitu:
1. Mahasiswa penurut
Mahasiswa ini mengikuti apa yang disuruh lakukan, patuh kepada aturan, tunduk
pada otoritas, menyesuaiakan diri dengan ketentuan-ketentuan, memandang guru
sebagai oran yang memberikan penghargaan.

2. Mahasiswa yang tak dapat berdiri sendiri
Mahasiswa ini sangat bergantung kepada guru untuk membantu dalam pelajaran
3. Mahasiswa yang patah semangat
Mahasiswa ini tidak puas dengan dirinya. Dalam dirinya berbaur rasa harga
diri dengan rasabersalah dan kemuraman.
4. Mahasiswa yang dapat berdiri sendiri
Mahasiswa ini percaya akan dirinya, merasa dirinya aman.
5. Mahasiswa “pahlawan”
Mahasiswa ini memandang dirinya orang yang istimewa, lain daripada orang biasa.
6. Mahasiswa “penembak tersembunyi”
Mahasiswa ini bersikap bermusuhan dengan guru tapi perlawanannya tidak
diperlihatkan dengan nyata. Bersifat pesimis tentang masa depannya.
7. Mahasiswa penarik perhatian
Mahasiswa ini berorientasi pada hubungan social. Suka melawak, membual, banyak
omong membuat orang tertawa.
8. Mahasiswa pendiam
Mahasiswa ini merasa tak mampu dan tak berkuasa. Guru dipandang sebagai ancaman
terhadap identitas mereka. Namun disisi lain rindu akan perhatian dan penghargaan
dari guru.

2.3 Model Grasha – Riechmann
Grasha – Riechmann dalam Nasution (2006:104) memberikan penggolongan gaya belajar sebagai berikut:
1. Mahasiswa berdikari
2. Mahasiswa yang tak dapat berdiri sendiri
3. Mahasiswa kooperatif
4. Mahasiswa kompetitif
5. Mahasiswa partisipatif
6. Mahasiswa yang mengelakkan pelajaran

2.4 Model Stren
Stern in Nasution(2006:105) mengemukakan penggolongan gaya belajar sebagai berikut:
1. Authoritarians
Yaitu mereka yang patuh kepada tokoh-tokoh otoritas dan tidak menyukai diskusi
2. Anti- authoritarians
Yaitu mahasiswa yang unggul, mempunyai intelgensi yang tinggi serta minat yang luas tentang hal-hal akademis maupun kultural.
3. Rationals
4. Kelompok campuran, tidak sepandai mahasiswa yang anti-authoritarians tetapi
mementingkan abstraksi dan intelektualisasi.

3. Cara Mengetahui Gaya Belajar Siswa
Untuk mengetahui gaya belajar siswa dapat digunakan instrument-instrumen tertentu, antara lain the Cognitive Style Map (CSM), the Myers-Briggs Type Indicator (MBTI), atau Kolb’s Learning Style (KLS).

3.1 Cognitive Style Mapping (CSM)
CSM dikembangkan oleh Jcseph E. Hill, Michigan. Bertujuam ‘memetakan’ gaya kognitif atau gaya belajar seseorang dalam usaha untuk mengembangkan suatu educational science atau ilmu kependidikan, yang didasarkan atas prinsip, bahwa pendidikan adalah suatu proses untuk mencari makna.
Untuk memperoleh peta kognitif Hill menciptakan instrument yang dapat digunakan lembaga pendidikan untuk mengetahui gaya kognitif dan gaya belajar siswa yaitu:
Pertama: untuk memperoleh pengetahuan dan makna manusia menggunakan dua lambing yaitu teoritis dan kualitatif:
Lambang teoritis menunjukkan bahwa orang yang memperoleh magna melalui:
1. Kata-kata yang diucapkan
2. Bilangan-bilangan yang didengarnya (1, 2 bersifat auditif)
3. Kata-kata yang dilihat, yang dibaca
4. Bilangan-bilangan yang ditulis, lambing bilangan tertulis (3, 4 tipe visual)
Lambang kualitatif menunjukkan bahwa orang yang memperoleh magna melalui:
5. Pendengaran
6. Penciuman
7. Pengecapan
8. Perasaan, perabaan, suhu, nyeri
9. Penglihatan
Ditambah lambang kualitatif lain yakni:
10. Sintetis bagian-bagian dari suatu tugas
11. Kepekaan terhadap perasaan orang lain
12. Menikmati keindahan
13. Berpegang pada system nilai
14. Memperlihatkan kelakuan tegas
15. Memehami dan berkomunikasi dengan cara non-verbal (senyuman)
16. Melakukan ketrampilan motoris
17. Menilai kemungkinan mendekati seseorang secara fisik dan social
18. Mengenal diri sendiri
19. Kemampuan berkomuniksi dengan orang lain
20. Kesadaran waktu
Kedua: Determinan cultural, pengaruh kulturual terhadap makna lambang-lambang bagi individu, yakni:
21. Handai tolan (teman, orang lain di luar keluarga)
22. Keluarga (keluarga dan tokoh-tokoh otoritas)
23. Individu (berdiri sendiri dalam mengambil keputusan
Ketiga: Cara orang membuat tafsiran, yakni:
24. Kategori (aturan untuk memerima atau menolak sesuatu)
25. Perbedaan (bentuk penalaran dimana orang-orang mencari perbedaan antara konsep-konsep.
26. Hubungan (cara orang-orang mencari persamaan)
27. Penghargaan (24, 25, 26)
28. Deduktif (geometri, silogisme)
Keempat: Aspek ingatan, apakah ia mengingat berdasarkan pengenalan kembali, mencamkan, mengingat kembali, atau asosiasi
Kelima: Gaya kognitif, yaitu hasil segala sesuatu yang disebut dari pertama sampai keempat.

3.2 Myers-Briggs Type Indicator (MBTI)
MBTI didasarkan atas typology Jung yaitu:
- Ada dua tipe memahami/mengamati, yakni ‘sensing’ (menggunakan alat dria)
atau‘intuition’ (intuisi)
Menentukan apakah seorang lebih mementingkan realitas pengalaman (S) atau
tafsiran tentang makna, kemungkinan, dan hubungan pengalaman (N)
- Ada dua cara menilai, memutuskan, menentukan pendapat yakni ‘thinking’
(berpikir) atau feeling (perasaan)
Menentukan apakah seorang lebih mempercayai aturan-aturan atau pertimbangan-
pertimbangan logis dalam mengambil keputusan atau kesimpulan (T) atau
mengutamakan nilai-nilai dan pertimbangan pribadi (F)
- Ada dua macam kenderungan, yaitu ‘introversion’ (introversi) atau extroversion
(ekstroversi)
Menentukan apakah minat seorang lebih tertuju pada dunia ide, pikiran, konsep- konsep (I) atau kepada dunia luar , yakni manusia, perbuatan, dan benda-benda
atau obyek.
- Ada dua pendekatan yaitu ‘judging’(merencanakan) atau ‘perceiving (menunggu dan
melihat)
Menentukan apakah seorang menggunakan pendekatan yang kritis, mengadakan
perencanaan, untuk menguasai keadaan (J) atau menunggu dan melihat apa yang akan
terjadi kemudian beraksi terhadap kejadian secara spontan.

3.3 Model Kolb (Kolb’s Learning Style = KLS)
Menurut model ini belajar melalui 4 fase atau tahap, yaitu:
1. Individu memperoleh pengalaman langsung yang kongkrit
2. Mengembangkan observasi, memikirkan atau merefleksikan
3. Membentuk generalisasi dan abstraksi
4. Implikasi yang diambil sebagai pegangan dalam menghadapi pengalaman baru.

Agar menjadi pelajar yang efektif harus mempunyai empat macam kemampuan, yakni;

1 Concrete Experience (CE)
Pelajar melibatkan diri sepenuhnya dalam pengalaman baru
2.Reflexion Observation(RO)
Pelajar mengobservasi dan merefleksi atau memikirkan pengalamannya dari berbagai
segi
3. Abstract Conceptualization(AC)
Pelajar menciptakan konsep-konsep yang mengintegasikan observasinya menjadi teori
yang sehat

4.Active Experimentation (AE)
Pelajar menggunaknan teori untuk memecahkan masalah dan mengambil keputusan

Menurut Kolb ( Learning Style Inventory = LSI) gaya belajar dibedakan menjadi 4 tipe, yaitu:
1. ‘Converger’. Pelajar ini lebih suka bila dihadapinya soal yang mempunyai jawaban
tertentu.AC dan AE)
2. ‘Diverger’. Kebalikan dengan ‘Converger’ kekuatan terletak pada kemampuan
imajinasinya. (CE dan RO)
3. ‘Assimlator’ menunjukkan kemampuan yang tinggi dalam menciptakn model teori (AC
dan RO.
4. ‘Accomodator’ tertarik pada pengalaman yang kongkrit dan eksperimen aktif (CE
dan AE)

4. Learning Style (Gaya Belajar)
Berdasarkan penggolongan gaya belajar (learning styles) diatas dapat ditarik kesimpulan sebagaimana disimpulkan oleh Lay , “while most of us learn in all three ways...in most children, one sense is usually more finely tuned and influential for learning than the others.” (http//www.eduguide.org.). Kebanyakan dari kita, belajar dengan menggunakan tiga cara, pada kebanyakan anak-anak, satu alat (dria) lebih dominan dan berpengaruh terhadap suatu pembelajaran dari yang lainnya. Ketiga cara belajar (learning styles) itu adalah visual learning style, auditory learning style, dan kinesthetic learning style.
Dalam buku Quantum Learning (Hernacki dan DePorter, 2001:112) juga dipaparkan 3 modalitas belajar seseorang yaitu: “modalitas visual, auditori atau kinestetik (V-A-K). Walaupun masing-masing dari kita belajar dengan menggunakan ketiga modalitas ini pada tahapan tertentu, kebanyakan orang lebih cenderung pada salah satu di antara ketiganya”.
4.1 Auditory Learning Style (belajar dengan cara mendengar)
Orang yang termasuk dalam tipe ini mengandalkan indera pendengarannya saat belajar. Di sekolah misalnya, orang tipe auditory ini akan lebih mengerti pelajaran saat guru “cuap-cuap” mengajar di depan kelas. Orang bertipe auditory umumnya akan mengeluarkan suara ketika menghafal sesuatu. Dia butuh sesuatu yang didengarkan oleh indera pendengarannya bahkan ketika dia sedang belajar sendirian.
Lirikan kekiri/kekanan mendatar bila berbicara, berbicara sedang-sedang saja. Siswa yang bertipe auditori mengandalkan kesuksesan belajarnya melalui telinga ( alat pendengarannya ), untuk itu maka guru sebaiknya harus memperhatikan siswanya hingga ke alat pendengarannya. Anak yang mempunyai gaya belajar auditori dapat belajar lebih cepat dengan menggunakan diskusi verbal dan mendengarkan apa yang guru katakan. Anak auditori dapat mencerna makna yang disampaikan melalui tone suara, pitch (tinggi rendahnya), kecepatan berbicara dan hal-hal auditori lainnya. Informasi tertulis terkadang mempunyai makna yang minim bagi anak auditori mendengarkannya. Anak-anak seperi ini biasanya dapat menghafal lebih cepat dengan membaca teks dengan keras dan mendengarkan kaset.

4.1.1 Ciri-ciri gaya belajar auditori :
1. Saat bekerja suka bicaa kepada diri sendiri
2. Penampilan rapi
3. Mudah terganggu oleh keributan
4. Belajar dengan mendengarkan dan mengingat apa yang didiskusikan dari pada yang
dilihat
5. Senang membaca dengan keras dan mendengarkan
6. Menggerakkan bibir mereka dan mengucapkan tulisan di buku ketika membaca
7. Biasanya ia pembicara yang fasih
8. Lebih pandai mengeja dengan keras daripada menuliskannya
9. Lebih suka gurauan lisan daripada membaca komik
10. Mempunyai masalah dengan pekerjaan-pekerjaan yang melibatkan Visual
11. Berbicara dalam irama yang terpola
12. Dapat mengulangi kembali dan menirukan nada, berirama dan warna suara

4.1.2 Strategi untuk mempermudah proses belajar anak auditori :
1. Ajak anak untuk ikut berpartisipasi dalam diskusi baik di dalam kelas maupun di
dalam keluarga.
2. Dorong anak untuk membaca materi pelajaran dengan keras.
3. Gunakan musik untuk mengajarkan anak.
4. Diskusikan ide dengan anak secara verbal.
5. Biarkan anak merekam materi pelajarannya ke dalam kaset dan dorong dia untuk
mendengarkannya sebelum tidur.

4.2 Visual Learning Style (belajar dengan cara melihat)
Orang dengan gaya belajar visual akan mengandalkan penglihatannya saat belajar. Gampangnya seperti ini = “tunjukkan pada saya dan saya akan mengerti”. Biasanya orang tipe ini senang belajar dengan membaca (diam), memperhatikan orang mengerjakan sesuatu (senang diberi contoh).
Lirikan keatas bila berbicara, berbicara dengan cepat. Bagi siswa yang bergaya belajar visual, yang memegang peranan penting adalah mata / penglihatan ( visual ), dalam hal ini metode pengajaran yang digunakan guru sebaiknya lebih banyak / dititikberatkan pada peragaan / media, ajak mereka ke obyek-obyek yang berkaitan dengan pelajaran tersebut, atau dengan cara menunjukkan alat peraganya langsung pada siswa atau menggambarkannya di papan tulis. Anak yang mempunyai gaya belajar visual harus melihat bahasa tubuh dan ekspresi muka gurunya untuk mengerti materi pelajaran. Mereka cenderung untuk duduk di depan agar dapat melihat dengan jelas. Mereka berpikir menggunakan gambar-gambar di otak mereka dan belajar lebih cepat dengan menggunakan tampilan-tampilan visual, seperti diagram, buku pelajaran bergambar, dan video. Di dalam kelas, anak visual lebih suka mencatat sampai detil-detilnya untuk mendapatkan informasi.

4.2.1 Ciri-ciri gaya belajar visual :
1.Bicara agak cepat
2.Mementingkan penampilan dalam berpakaian/presentasi
3.Tidak mudah terganggu oleh keributan
4.Mengingat yang dilihat, dari pada yang didengar
5.Lebih suka membaca dari pada dibacakan
6.Pembaca cepat dan tekun
7.Seringkali mengetahui apa yang harus dikatakan, tapi tidak pandai memilih kata-kata
8.Lebih suka melakukan demonstrasi dari pada pidato
9.Lebih suka musik dari pada seni
10.Mempunyai masalah untuk mengingat instruksi verbal kecuali jika ditulis, dan seringkali minta bantuan orang untuk mengulanginya
4.2.2 Strategi untuk mempermudah proses belajar anak visual :
1. Gunakan materi visual seperti, gambar-gambar, diagram dan peta.
2. Gunakan warna untuk menghilite hal-hal penting.
3. Ajak anak untuk membaca buku-buku berilustrasi.
4. Gunakan multi-media (contohnya: komputer dan video).
5. Ajak anak untuk mencoba mengilustrasikan ide-idenya ke dalam gambar.

4.3 Kinesthetic Learning Style (belajar dengan cara bergerak, bekerja dan menyentuh)
Tipe belajar ini menggunakan indera peraba, dengan merasakan sesuatu menggunakan indera peraba (tangan). Orang dengan tipe kinesthetic ini harus aktif mengerjakan sesuatu agar dapat mengerti, daripada sekadar duduk diam membaca atau duduk diam mendengarkan guru mengajar. Dengan tipe ini, orang butuh praktek ketika mempelajari sesuatu.
Lirikan kebawah bila berbicara, berbicara lebih lambat. Anak yang mempunyai gaya belajar kinestetik belajar melalui bergerak, menyentuh, dan melakukan. Anak seperti ini sulit untuk duduk diam berjam-jam karena keinginan mereka untuk beraktifitas dan eksplorasi sangatlah kuat. Siswa yang bergaya belajar ini belajarnya melalui gerak dan sentuhan.

4.3.1 Ciri-ciri gaya belajar kinestetik :
1. Berbicara perlahan
2. Penampilan rapi
3. Tidak terlalu mudah terganggu dengan situasi keributan
4. Belajar melalui memanipulasi dan praktek
5. Menghafal dengan cara berjalan dan melihat
6. Menggunakan jari sebagai petunjuk ketika membaca
7. Merasa kesulitan untuk menulis tetapi hebat dalam bercerita
8. Menyukai buku-buku dan mereka mencerminkan aksi dengan gerakan tubuh saat membaca
9. Menyukai permainan yang menyibukkan
10. Tidak dapat mengingat geografi, kecuali jika mereka memang pernah berada di
tempat itu
11. Menyentuh orang untuk mendapatkan perhatian mereka
12. Menggunakan kata-kata yang mengandung aksi
4.3.2 Strategi untuk mempermudah proses belajar anak kinestetik:
1. Jangan paksakan anak untuk belajar sampai berjam-jam.
2. Ajak anak untuk belajar sambil mengeksplorasi lingkungannya (contohnya: ajak
dia baca sambil bersepeda, gunakan obyek sesungguhnya untuk belajar konsep
baru).
3. Izinkan anak untuk mengunyah permen karet pada saat belajar.
4. Gunakan warna terang untuk menghilite hal-hal penting dalam bacaan.
5. Izinkan anak untuk belajar sambil mendengarkan musik.
Biasanya tidak ada orang yang 100% berada dalam salah satu tipe itu. Biasanya orang memiliki lebih dari 1 tipe belajar, hanya memang satu tipelah yang paling dominan. Misalnya pelajar yang termasuk dalam tipe auditory dan kinesthetic:
Pertama, saat menghafal sesuatu (entah mengafal rumus atau sekadar menghafal nama orang ketika berkenalan) ia pasti akan bersuara. Kedua, ia sangat terganggu dengan suara-suara gaduh di sekitarnya ketika ia sedang mencoba berkonsentrasi. Ketiga, ketika ia belajar sesuatu, ia senang mencorat-coret kertas, membuat sketsa, menulis/mengetik ringkasan. Keempat, ia lebih cepat belajar sesuatu ketika ia sudah mempraktekkan (mencoba melakukan) sendiri apa yang sedang ia pelajari. Dua bukti pertama tadi membuktikan kalau ia termasuk orang dengan tipe auditory. Dua bukti terakhir ia juga termasuk orang dengan tipe belajar kinesthetic. Di antara 2 tipe tadi, ia lebih dominan dalam tipe auditory.
Gaya belajar dapat menentukan prestasi belajar anak. Jika diberikan strategi yang sesuai dengan gaya belajarnya, anak dapat berkembang dengan lebih baik. Gaya belajar otomatis tergantung dari orang yang belajar. Artinya, setiap orang mempunyai gaya belajar yang berbeda-beda.



IDENTIFIKASILAH GAYA BELAJAR (LEARNING STYLE) SISWA ANDA

UNTUK DISELARASKAN GAYA MENGAJAR ANDA














DAFTAR PUSTAKA



DePorter Bobbi & Hernacki Mike. 2001. Quantum Learning: Membiasakan Belajar Nyaman dan Menyenangkan: Bandung Penerbit Kaifa

Lay Kathryn. Recognizing and Responding to Your Child’s Learning Style. Arlington, Virginia: http//www.eduguide.org

Nasution, S. 2006. Berbagai Pendekatan dalam Proses Belajar dan Mengajar. Bandung: PT. Bumi Aksara.
Jk.kramajaya@gmail.com